28 Oktober 2011

Analisis Jurnal Metode Riset Bab III

Judul  : ANALISIS PENILAIAN KONSUMEN TERHADAP  EKUITAS MEREK COFFEE SHOPS DI SURABAYA 


Metode Penelitian

3.1 Data

- Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan penulis adalah deskriptif kuantitatif karena menggambarkan penilaian konsumen terhadap ekuitas merek coffee shop di Surabaya (Kuncoro, 2003, p. 75).


Tabel 1 merupakan hasil cross-tabulation antara Top of Mind dengan jawaban pertanyaan screening:
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa sebanyak 24,2% dari 360 responden yang menjawab “tidak”, artinya responden tersebut tidak pernah mengunjungi  coffee shop pilihan mereka pada  pertanyaan  top of mind sebanyak minimal 3 kali  kedatangan. Dari hasil ini dapat diasumsikan bahwa kecenderungan responden dalam menentukan coffee shop yang menjadi  top of mind bukan merupakan coffee shop yang sudah dikunjungi. Jadi  secara tidak langsung dapat diasumsikan adanya hubungan jawaban pertanyaan  screening  ini dengan kesesuaiannya pada jawaban  top of mind. Responden yang  memilih coffee shop sebagai top of mind -nya mungkin hanya merupakan merek yang hanya pernah dilihat atau didengar saja. Angka 24,2% ini mempunyai beberapa kemung-kinan, yaitu frekuensi kunjungan hanya 1 sampai 2
kali dan tidak pernah sama sekali. Sehingga responden ini dinilai tidak memenuhi syarat pengi-
sian pertanyaan selanjutnya. Jadi,  top of mind tidak boleh dianggap sebagai penentu dalam memper-kirakan jumlah konsumen suatu coffee shop. Tetapi orang-orang dengan tipe seperti ini (top of mind tapitidak pernah berkunjung) memiliki potensi untuk menjadi konsumen bahkan konsumen yang loyal dengan strategi-strategi tertentu.

                          
Kesadaran Merek – Dimensi Brand Recall

Sesuai dengan yang tertera pada Tabel 2, mayoritas responden mampu menyebutkan 3 sampai 4  coffee shop, yaitu sebanyak 60,56% dari total responden. Dari hasil kuisioner yang dikumpulkan,
ketiga  coffee shop yang banyak disebut berkisar antara Excelso, DOME, Coffee Bean dan Starbucks.  Dari data pada tabel 2, untuk responden yang dapat menyebutkan  coffee shop 3 sampai dengan lebih dari 4, dapat diintepretasikan bahwa responden mempunyai pengetahuan dan pengenalan tentang coffee shop di Surabaya yang cukup baik. Dari hal tersebut, terdapat kemungkinan bahwa responden merupakan pengkonsumsi atau penikmat kopi. Dam-
pak yang  perlu diperhatikan oleh pihak pebisnis coffee shop yaitu bahwa responden hal ini mempunyai kesempatan atau peluang untuk berpindah dan mencoba  coffee shop yang lain. Konsumen dengan karakteristik ini perlu mendapat perhatian yang lebih dari pihak manajemen, agar kemungkinan konsumen untuk mencoba  coffee shop yang lain lebih kecil.
Di lain pihak, bagi responden yang menyebutkan coffee shop di luar merek Top of Mind yang disebut, dapat dikatakan memiliki peluang lebih kecil untuk berpindah dan mencoba coffee shop yang lain. Responden kelompok ini cenderung hanya bertindak  berdasarkan apa yang mereka tahu dan ingat saja, sehingga semakin sedikit yang diingat maka sema-kin besar kemungkinan untuk berkunjung ke coffee shop tersebut. Dengan pelayanan dari pihak coffee sho yang lebih baik lagi, responden kelompok ini punya kemungkinan untuk menjadi repeated guest dan hal ini merupakan peluang yang bagus bagi pihak pebisnis coffee shop.



Kesadaran Merek – Dimensi Brand Recognition
Dapat dianalisis dari Tabel 3 bahwa dari keseluruhan responden, sebanyak 92,5% dapat melengkapi huruf sesuai dengan pilihan coffee shop mereka pada pertanyaan  top of mind. Ini menunjukkan bahwa responden yang memilih masing-masing coffee shop mengetahui benar merek tersebut, selain itu dapat diasumsikan bahwa merek top of mind yang responden sebutkan bukan sembarang sebut. Tetapi benar-benar responden memiliki kesadaran merek yang kuat tentang  coffee shop tersebut. Sedangkan hasil sisanya yaitu sebanyak 7,5% dapat diasumsikan bahwa kemungkinan responden hanya sebatas mengetahui dari mendengar saja. Dari ketiga dimensi di atas, yang paling berperan dalam melihat kesadaran merek adalah  top of mind karena  top of mind merupakan tingkatan tertinggi piramida kesadaran merek. Maka sesuai dengan analisis  top of mind di atas, Starbucks merupakan  coffee shop utama dari berbagai  coffeeshop yang ada di dalam pikiran responden. 

3.2 Populasi & Sampel

1. Mengenal dan memiliki pengetahuan tentang  coffee shop di Surabaya.
2. Kunjungan minimal 3 kali pada salah satu dari keempat coffee shop yang diteliti (Excelso,
Starbucks coffee, DOME dan Coffee Bean and  Tea Leaf) untuk mengukur kesan kualitas dan
loyalitas merek.
3. Berusia antara 20-40 tahun. Mengingat ke-banyakan yang menjadi konsumen coffee shop
adalah kalangan mahasiswa dan eksekutif muda.

 Metode pengambilan sampel yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah  non-probability  sampling dan teknik convenience sampling. Dengan 360 responden yang dipilih sebagai sampel. Selain itu, penulis menggunakan teknik  quota sampling dengan membagi sampel yang diambil pada masing-masing coffee shop sebanyak 90 responden.


3.3 Variabel dan Indikator

Definisi Operasional Variabel

Variabel Kesadaran Merek (Brand Awareness)

 Kesanggupan konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu. Hasil pengkuran ini dapat dibagi menjadi empat tingkatan,  yaitu:

a.  Brand recall, definisi operasionalnya adalah merek yang disebut oleh responden tanpa dibantu
dengan daftar merek.
b.  Brand recognition, definisi operasionalnya adalah merek yang disebut oleh responden
setelah dibantu dengan daftar merek yang ada dalam kuisioner.
c.  Top of mind, definisi operasionalnya adalah merek yang disebut pertama kali oleh responden.

Variabel Asosiasi Merek (Brand Association)

Asosiasi merek merupakan segala sesuatu yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen terhadap suatu merek, yakni pencitraan suatu merek yang tercermin dari kesan tertentu sehubungan  dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain. 

Dimensi asosiasi merek yaitu:
a.  Brand Strength  (kekuatan merek), definisi operasionalnya adalah asosiasi yang berhubungan  dengan kekuatan coffee shop yang diteliti.   
b.  Brand Favorability  (kesukaan merek), definisi operasionalnya adalah asosiasi yang berhubungan dengan kesukaan terhadap  coffee shop yang diteliti yang terbentuk di benak responden. 
c.  Brand Uniqueness  (keunikan merek), definisi operasionalnya adalah asosiasi yang berhubungan dengan keunikan merek yang tercipta dari asosiasi  strength  dan  favorability, yang ada di benak responden yang membuat sebuah  coffee shop menjadi berbeda dari  coffee shop yang lainnya. 
d. Variabel Kesan Kualitas (Perceived Quality)
Persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa ber kenaan dengan maksud yang diharapkan.  Tingkatan kesan kualitas diukur melalui 2 dimensi
yaitu produk dan servis. 

Pada dimensi produk, melalui :

a.  Performance,  definisi operasionalnya adalah  segala sesuatu yang melibatkan berbagai karak- teristik operasional produk yang utama.
b.  Conformance with specifications  (kesesuaian dengan spesifikasi), definisi operasionalnya adalah tidak ada produk yang cacat sehingga merupakan penilaian mengenai kualitas proses
pembuatan.
c.  Reliability (keterandalan), definisi operasionalnya adalah konsistensi kinerja produk dari satu
pembelian hingga pembelian berikutnya dan persentase waktu yang dimiliki produk untuk  berfungsi sebagaimana mestinya.
d.  Serviceability  (pelayanan), definisi operasional-nya adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sehubungan dengan produk
tersebut.
e.  Fit and finish  (hasil akhir), definisi operasionalnya adalah saat munculnya atau dirasakannya
kualitas produk.

Sedangkan kesan  kualitas pada dimensi jasa /
servis, diukur melalui :
a.  Reliability (keterandalan), definisi operasionalnya adalah kemampuan karyawan untuk menampil-kan suatu pelayanan yang dapat diandalkan dan akurat.
b.  Responsiveness  (ketanggapan), definisi opera-sionalnya adalah kesediaan karyawan untuk
membantu konsumen dan menyediakan pelayanan yang cepat.
c.   Assurance  (jaminan), definisi operasionalnya adalah pengetahuan dan kemampuan karyawan
untuk menumbuhkan keyakinan dan rasa percaya diri konsumen terhadap pelayanan restoran.
d.  Empathy (empati), definisi operasionalnya adalah perhatian coffee shop dan karyawannya terhadap konsumennya secara individu.

Variabel Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

 Tingkat keterikatan konsumen dengan suatu  merek dicerminkan dengan frekuensi pembelian produk suatu merek yang lebih banyak dibandingkan dengan produk yang sama dengan merek lain.   Tingkatan loyalitas merek yaitu:

a.  Friend of brand Buyer (pembeli yang menyukai merek), definisi operasionalnya adalah pembeli yang menganggap suatu  coffee shop sebagai teman karena pembeli mempunyai asosiasi, pengalaman, atau  perceived  quality  (kesan kualitas) yang tinggi dan terdapat perasaan emosi yang terkait.
b.  Committed Buyer  (pembeli komit), definisi operasionalnya adalah pembeli yang mempunyai kebanggaan menjadi konsumen dari suatu coffee shop.

Sumber : Maya Widjaja 2007, Serli Wijaya 2007, Regina Jokom 2007

Nama : Chyntia Febriani
NPM  : 11209114
Kelas : 3 EA11
Tugas ini diberikan oleh Pak Prihantoro



21 Oktober 2011

Analisis Jurnal Metode Riset Bab II


 Judul :  ANALISIS PENILAIAN KONSUMEN TERHADAP  EKUITAS MEREK COFFEE SHOPS DI SURABAYA

2.1 Landasan Teori

- Konsep Kepuasan Konsumen 

Kotler (2005) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seorang sebagai hasil perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan dan yang diharapkan. Menurut Engel, Blackward, dan Miniard (1994), kepuasan adalah evaluasi pasca konsusmsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Sedangkan ketidakpuasan adalah hasil dari harapan yang diteguhkan secara negatif.  Menurut Simamora (2004), sesudah terjadinya pembelian terhadap suatu produk, konsumen akan mengalami kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen mendasarkan harapannya kepada informasi yang diterima tentang produk. Jika konsumen mendapatkan kenyataan yang ternyata berbeda dengan harapannya, maka konsumen merasa tidak puas. Sebaliknya, jika produk tersebut memenuhi harapan, maka konsumen akan merasa puas. Sementara itu, menurut Rangkuti (2006) kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja sosial yang dirasakannya setelah pemakaian. Mengukur kepuasan pelanggan sangat bermanfaat bagi perusahaan dalam rangka mengevaluasi posisi perusahaan saat ini dibandingkan dengan pesaing dan pengguna akhir, serta menemukan bagian mana yang membutuhkan peningkatan. Umpan balik dari pelanggan secara langsung atau dari  focus group dari keluhan pelanggan merupakan alat untuk mengukur kepuasan pelanggan. Bagan yang membentuk kepuasan-kepuasan pelanggan dapat dilihat pada bagan berikut :


Pengukuran Kepuasan Konsumen  Menurut Kotler (2005), ada beberapa metode yang biasa dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur, memantau kepuasan konsumennya dan para konsumen pesaing, yaitu :

1. Sistem Keluhan dan Saran
Pelanggan menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa berupa kotak  saran yang diletakkan di lokasi-lokasi strategis (mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), kartu komentar (yang bisa diisi langsung ataudikirimkan via  pos kepada perusahaan), saluran khusus bebas pulsa,  website, dan lain-lain. Berdasarkan karakteristiknya, metode ini bersifat pasif, karena perusahaan menunggu inisiatif pelanggan untuk menyampaikan keluhan dan pendapat.

2. Ghost Shoping
Dengan metode ini, perusahaan mempekerjakan beberapa orang  ghost shoppers untuk berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan atau pesaing, mereka diminta berinteraksi dengan staf  penyedia jasa dan menggunakan produk dan jasa perusahaan. Berdasarkan pengalamannya tersebut, mereka kemudian diminta melaporkan temuan-temuannya berkenaan dengan kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing.

3. Lost Costumer Analysis
Perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengembil kebijakan perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya. Hanya saja kesulitan metode ini adalah pada mengidentifikasi atau mengontak mantan pelanggan yang bersedia memberikan masukan dan evaluasi terhadap kinerja perusahaan.

4. Survei Kepuasan Pelanggan
Sebagian besar riset dilakukan dengan metode survei. Pengukuran kepuasan pelanggan dengan metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya adalah :

a. Directly Reported Satisfaction
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan  item-item spesifik yang menanyakan langsung tingkat kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan.  
b. Derived Satisfaction
Pengukuran ini mirip dengan pengukuran kualitas jasa SERVQUAL. Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yaitu tingkat harapan pelanggan terhadap kinerja produk, persepsi pelanggan terhadap kinerja aktual produk, alternatif lain tingkat kepentingan masing-masing atribut atau kinerja ideal juga bisa ditanyakan.
c. Problem Analysis
Dalam teknik ini, responden diminta mengungkapkan masalah-masalah yang dihadapi berkaitan dengan produk atau jasa perusahaan dan saran-saran perbaikan.Kemudian perusahaan akan melakukan analisis content terhadap semua masalah dan saran perbaikan untuk mengidentifikasi bidang-bidang utama yang membutuhkan perhatian dan tindak lanjut segera.
d. Importance Performance Analysis
Dalam teknik ini, responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan berbagai atribut yang relevan dan tingkat kinerja  perusahaan pada masing-masing atribut tersebut. Kemudian nilai rata-rata tingkat kepentingan atribut dan kinerja perusahaan tersebut akan dianalisis di matriks  Importance Performance. Matriks ini sangat bermanfaat sebagai pedoman dalam mengalokasikan sumberdaya organisasi yang terbatas pada bidang spesifik, dimana perbaikan kinerja bisa berdampak besar pada kepuasan total. Selain itu, matriks ini juga menunjukkan bidang atau atribut tertentu yang perlu dipertahankan dan aspek-aspek yang perlu dikurangi prioritasnya. 

- Riset Terdahulu

Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive). Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari 2011 hingga bulan Februari 2011. Penelitian ini dilakukan melalui survei dengan metode wawancara langsung dengan responden, menggunakan kuesioner atau daftar pertanyaan yang terstruktur. Teknik penentuan responden dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dalam hal ini adalah konsumen. Kunjungan minimal 3 kali pada salah satu dari keempat coffee shop yang diteliti (Excelso, Starbucks coffee, DOME dan Coffee Bean and  Tea Leaf) untuk mengukur kesan kualitas dan loyalitas merek, Berusia antara 20-40 tahun. Mengingat ke-banyakan yang menjadi konsumen coffee shop adalah kalangan mahasiswa dan eksekutif muda.
Berdasarkan penelitian tersebut, Star-bucks Coffee menduduki peringkat yang ke-91. Starbucks dinilai mempunyai merek yang baik, dari segi produk, servis, dan konsumen secara interna-sional. Selain itu, Starbucks merupakan salah satu perusahaan yang memiliki  pertumbuhan bisnis ter-cepat

Metode pengambilan sampel yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah  non-probability  sampling dan teknik convenience sampling. Dengan 360 responden yang dipilih sebagai sampel. Selain itu, penulis menggunakan teknik  quota sampling dengan membagi sampel yang diambil pada masing-masing coffee shop sebanyak 90 responden.

Karakteristik Konsumen 
Karakteristik konsumen dapat mempengaruhi pilihan konsumen terhadap produk maupun merek yang akan dibeli. Menurut Sumarwan (2002), karakteristik konsumen meliputi pengalaman dan pengetahuan konsumen, kepribadian konsumen, dan karakteristik demografi.  Menurut Sunarto (2006), karakteristik konsumen berguna untuk mengetahui sebuah segmentasi pasar. Karakteristik demografi meliputi beberapa variabel seperti jenis kelamin, umur, tempat tinggal, pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain. Pendidikan adalah salah satu karakteristik demografi yang penting, konsumen yang mempunyai pendidikan akan lebih responsif terhadap informasi. Pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pemilihan produk atau merek. Konsumen yang berpendidikan tinggi cenderung mencari informasi yang banyak sebelum ia memutuskan untuk membelinya (Sumarwan, 2002).
Karakteristik Produk 
Menurut Sunarto (2006), kualitas produk didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh konsumen atas kebaikan kinerja barang atau jasa. Hal utama yang  penting untuk menilai kinerja produk adalah dimensi apa yang digunakan oleh konsumen untuk melakukan evaluasinya. Restoran adalah salah satu usaha yang dalam pelaksanaannya mengkombinasikan  produk dan jasa. Dimensi kualitas merupakan hal utama yang dapat digunakan dalam mengevaluasi kinerja produk. Dimensi kualitas dibagi menjadi dua bagian, yaitu dimensi kualitas jasa dan dimensi kualitas produk. 
Dimensi Kualitas Jasa 
 Kualitas jasa akan dinilai oleh konsumen, oleh karena itu perusahaan hendaknya menentukan tolak ukur rencana kualitas produk dari tiap dimensi kualitasnya. Mowen dan Minor (1998) mengemukakan bahwa dimensi kualitas jasa dapat dibagi ke dalam lima dimensi yang dikenal sebagai SERVQUAL.
1. Tangibles
Dimensi ini mencakup kondisi fisik fasilitas, peralatan, serta penampilan pekerja. Karena jasa tidak dapat diamati secara langsung, maka konsumen sering kali berpedoman pada kondisi yang terlihat mengenai jasa dalam melakukan evaluasi.
2. Reliability
Dimensi ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan secara akurat dan handal, dapat dipercaya dan bertanggung jawab atas apa yang dijanjikan, tidak pernah memberikan janji yang berlebihan, dan selalu memenuhi janjinya. Secara umum dimensi reliabilitas merefleksikan konsistensi dan keandalan.
3. Responsiveness
Dimensi ini mencakup keinginan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat. Dimensi ketanggapan ini merefleksikan komitmen perusahaan untuk memberikan pelayanan yang tepat pada waktunya. Dimensi ini berkaitan dengan keinginan dan atau kesiapan pekerja untuk melayani.
 4. Assurance
Dimensi ini mencakup pengetahuan dan kesopanan pekerja serta kemampuannya untuk memberikan kepercayaan kepada pelanggan. Dimensi ini merefleksikan kompetensi perusahaan, keramahan kepada pelanggan, dan keamanan operasinya. Kompetensi berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan jasa.
5. Emphaty
Dimensi ini menunjukkan derajat perhatian yang diberikan kepada setiap pelanggan. Dimensi ini juga merefleksikan kemampuan pekerja untuk menyelami perasaan sebagaimana jika pekerja itu sendiri mengalaminya. 
 Dimensi Kualitas Produk 
Selain dimensi yang berkaitan dengan kualitas jasa, kita juga dapat menentukan dimensi kualitas yang berkaitan dengan produk. Irawan (2004) mengemukakan beberapa dimensi mengenai kualitas suatu produk. 
1. Performance
Dimensi ini menunjukkan kepuasan atas karakteristik utama beroperasinya produk.
2. Features
Dimensi yang menunjukkan karakteristik sekunder yang melengkapi fungsi dasar produk.
3. Reliability
Dimensi yang menunjukkan kemungkinan produk gagal atau tidak berfungsi selama satu periode tertentu.
4. Conformance
Dimensi yang menunjukkan seberapa dekat kesesuaian antara rancangan dan operasi produk sebagaimana spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya atau harapan pengguna.
5. Durability
Dimensi yang menunjukkan jumlah manfaat yang diperoleh dari produk sebelum produk itu secara fisik memburuk atau menjadi tidak terpakai.  
6. Serviceability
Dimensi yang menunjukkan kecepatan, keramahan, kompetensi, dan kemudahan direparasi.
7. Aesthetics
Dimensi yang menunjukkan unsur penilaian subyektif pribadi mengenai bagaimana suatu produk terlihat.
8. Reputation
Dimensi yang menunjukkan citra dan reputasi umum perusahaan. 
- Pengembangan Hipotesis
 
Kerangka Pemikiran Teoritis 

Perilaku Konsumen 

Perilaku konsumen menurut Engel  et al. (1994) adalah tindakan yang  langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk  dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.  Menurut Engel  et al.  (1994), model perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis.  

Pengaruh Lingkungan 
 Manusia merupakan makhluk sosial yang tak lepas dari hubungannya dengan faktor-faktor di luar dirinya. Hubungan tersebut seringkali dapat mempengaruhi bagaimana seorang dalam mengambil keputusan-keputusan dalam hidupnya. Faktor lingkungan yang mempengaruhi seorang dijelaskan oleh Engel et al. (1994) dalam beberapa hal, yaitu : budaya, kelas dan status sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi. Budaya dalam studi perilaku konsumen mengacu pada nilai, gagasan, artefak, dan simbol-simbol bermakna lainnya yang membantu individu berkomunikasi, membuat tafsiran, dan melakukan evaluasi sebagai anggota  masyarakat. Budaya tidak mencakup naluri dan tidak pula mencakup perilaku idiosinkratik. Kelas sosial mengacu pada pengelompokkan orang yang sama dalam perilaku mereka berdasarkan posisi ekonomi mereka di dalam pasar. Kelompok status mencerminkan suatu harapan komunitas akan gaya hidup di kalangan masing-masing kelas dan juga estimasi sosial yang positif atau negatif mengenai kehormatan yang diberikan kepada masing-masing kelas.  Pengaruh pribadi kerap memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan konsumen, khususnya bila ada tingkat keterlibatan yang tinggi dan risiko yang dirasakan dan produk atau jasa memiliki visibilitas publik. Keadaan ini diekspresikan melalui kelompok acuan maupun melalui komunikasi lain.  Keluarga adalah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang dihubungkan melalui darah, perkawinan, adopsi, dan tinggal bersama. Keluarga sangat penting dalam studi perilaku konsumen karena dua alasan, yaitu karena  keluarga merupakan unit pemakaian dan pembelian untuk banyak produk konsumen dan keluarga merupakan pengaruh utama pada sikap dan perilaku individu. Situasi pembelian dapat memiliki pengaruh yang kuat pada perilaku konsumen. Konsumen dapat sering mengubah pola pembelian mereka bergantung kepada situasi pemakaian. Perubahan pada situasi dan hubungannya terhadap perilaku konsumen dapat menjadi manfaat bagi pemasar dalam menentukan strategi pemasarannya. 

Perbedaan Individu 

Masing-masing individu diciptakan oleh Tuhan berbeda-beda dan unik. Dengan adanya perbedaan tersebut, tentu saja akan mempengaruhi bagaimana individu membuat keputusan. Hal ini juga sejalan dengan keputusan pembelian yang dipengaruhi oleh perbedaan individu sebagai faktornya. Ada lima hal yang membuat masing-masing individu konsumen berbeda satu sama lainnya, yaitu sumber daya konsumen, keterlibatan dan motivasi, pengetahuan, sikap, kepribadian, serta gaya hidup dan demografi. Sumber daya yang sebenarnya dimiliki oleh konsumen terdiri atas tiga hal dan melalui ketiga hal inilah pemasar melakukan proses pertukaran barang dan jasa. Sumber daya tersebut adalah sumber daya ekonomi, waktu, dan kognitif. Secara praktis, ini berarti pemasar bersaing untuk mendapatkan uang, waktu dan  perhatian konsumen. Keterlibatan mengacu pada tingkat relevansi yang didasari dalam tindakan pembelian dan konsumsi. Bila keterlibatan tinggi, ada motivasi untuk memperoleh dan mengolah informasi dan kemungkinan yang jauh lebih besar dari pemecahan masalah yang diperluas. Terdapat dua jenis keterlibatan yaitu langgeng dimana keterlibatan ada sepanjang waktu karena peningkatan konsep diri dan keterlibatan situasional yaitu keterlibatan sementara yang distimulasikan oleh risiko yang didasari, tekanan konformitas, atau pertimbangan lain.  Pengetahuan konsumen merupakan informasi yang disimpan di alam ingatan. Pemasar harus mengetahui pengetahuan konsumen karena informasi yang ada pada konsumen mengenai produk akan sangat mempengaruhi pola pembelian mereka. Sikap merupakan sebuah evaluasi menyeluruh. Intensitas, dukungan, dan kepercayaan adalah sifat penting dari  sikap. Sifat-sifat ini bergantung pada kualitas pengalaman konsumen sebelumnya dengan objek sikap. Dengan demikian sikap pun dapat berubah yaitu saat dimana konsumen mengakumulasikan pengalaman baru. Kepribadian dapat diartikan sebagai respon yang konsisten terhadap stimulus lingkungan. Gaya hidup adalah pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Gaya hidup juga merupakan hasil dari jajaran total ekonomi budaya dan kekuatan kehidupan sosial yang menyokong kualitas manusia seseorang. Demografi adalah karakteristik yang dimiliki oleh masyarakat, dapat berupa umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendapatan. 

Proses Psikologis 

 Proses psikologis merupakan proses sentral yang membentuk semua aspek motivasi dan perilaku konsumen. Proses  psikologis juga merupakan hal penting dalam mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan. Menurut Engel  et al. 20 (1994) ada tiga proses psikologis yang utama, yaitu pemrosesan informasi, pembelajaran, dan perubahan sikap atau perilaku.  Pemrosesan informasi adalah suatu proses yang mengacu pada bagaimana stimulus diterima, ditafsirkan, disimpan dalam ingatan, dan kemudian diambil kembali. Pemrosesan informasi terdiri dari tahap pemaparan, perhatian, penerimaan, dan pemerolehan kembali. Proses psikologis juga menjelaskan bagaimana seharusnya pemasar memahami konsumen belajar. Dalam hal ini ada empat jenis pembelajaran yaitu pembelajaran kognitif berkenaan dengan proses mental yang menentukan retensi informasi. Pengkondisian klasik yang berfokus pada pembelajaran melalui asosiasi. Pengkondisian  operant mempertimbangkan bagaimana perilaku dimodifikasikan oleh pengukuh dan penghukum. Pembelajaran  vicarious menyangkut pembelajaran melalui observasi Perubahan sikap dan perilaku merupakan suatu hal yang dapat dipengaruhi dan salah satu yang paling mendasar tetapi menantang yang dihadapi oleh perusahaan. Banyak perusahaan yang mengeluarkan dana besar dalam usaha memodifikasi atau mengukuhkan cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak di dalam pasar.

Kerangka Pemikiran Operasional 
Globaliasasi yang telah menjadi sesuatu yang pasti bagi peradaban manusia serta mudahnya penyebaran informasi dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin cepat, membawa kehidupan ke arah dunia tanpa batas. Perubahan demi perubahan tersebut telah berdampak pada kehidupan sosial masyarakat. Perubahan mencolok salah satunya adalah perubahan pola konsumsi pangan. Masyarakat khususnya masyarakat kota dengan mobilitas sehari-hari yang cukup tinggi lebih banyak memilih makan di tempat yang menyajikan makanan cepat saji. Bahkan dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang mendorong peningkatan pendapatan per kapita telah mengubah gaya hidup masyarakat kota. Industri coffeeshop yang sekarang telah hadir dan berkembang merupakan dampak nyata dari globalisasi. Coffeeshop pada dasarnya menyediakan beberapa macam produk kopi dan makanan ringan. Menu-menu tersebut disuguhkan dalam suasana yang santai dengan desain yang terbuka dan dibuat senyaman mungkin. Tidak hanya menyediakan makanan dan minuman, pada umumnya  coffeeshop juga menyediakan tempat yang nyaman untuk kegiatan kumpul keluarga, teman, ataupun bertemu dengan rekan bisnis. Perkembangan industri coffeeshop menyebabkan meningkatnya persaingan antar  coffeeshop dalam mempertahankan dan meningkatkan jumlah konsumen dengan loyalitas yang tinggi.  

Pustaka : Vience Maria Fransisca Agustanti 2011, Anthony Cotton 2011, Ivan Stenley 2009, Engel, et al.. 1994. Perilaku Konsumen. Jakarta : Binarupa Aksara Jakarta, Kotler. 2005. Manajemen Pemasaran Edisi Kesebelas Jilid I. Jakarta : PT Indeks Kelompok Gramedia, Sumarwan, U. 2002. Perilaku Konsumen. Bogor: PT Ghalia Indonesia.

Nama : Chyntia Febriani
NPM  : 11209114
Kelas : 3 EA11
Tugas ini diberikan oleh Pak Prihantoro


11 Oktober 2011

Softskill Perilaku Konsumen I ( Studi kasus Bab I-III )

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Perkembangan dunia usaha saat ini telah membawa para pelaku dunia usaha ke persaingan yang sangat ketat untuk memperebutkan konsumen. Berbagai pendekatan dilakukan untuk mendapatkan simpati masyarakat baik melalui peningkatan sarana dan prasarana berfasilitas teknologi tinggi maupun dengan pengembangan sumber daya manusia. Persaingan untuk memberikan yang terbaik kepada konsumen telah menempatkan konsumen sebagai pengambil keputusan. Semakin banyaknya perusahaan sejenis yang beroperasi dengan berbagai produk/jasa yang ditawarkan, membuat masyarakat dapat menentukan pilihan sesuai dengan kebutuhannya.

Dewasa ini, keberhasilan pemasaran suatu perusahaan tidak hanya dinilai dari seberapa banyak konsumen yang berhasil diperoleh, namun juga bagaimana cara mempertahankan konsumen tersebut.
Dalam pemasaran dikenal bahwa setelah konsumen melakukan keputusan pembelian, ada proses yang dinamakan tingkah laku pasca pembelian yang didasarkan rasa puas dan tidak puas. Rasa puas dan tidak puas konsumen terletak pada hubungan antara harapan konsumen dengan prestasi yang diterima dari produk/jasa. Bila produk/jasa tidak memenuhi harapan konsumen, konsumen merasa tidak puas, sehingga dimasa yang akan datang konsumen tidak akan melakukan pembelian ulang. 

Di lain pihak apabila sebuah produk/jasa melebihi harapan konsumen, konsumen akan merasa puas dan akan melakukan pembelian ulang.
Perilaku konsumen merupakan suatu tindakan nyata konsumen yang dipengaruhi oleh faktor-faktor kejiwaan dan faktor luar lainnya yang mengarahkan mereka untuk memilih dan mempergunakan barang/jasa yang diinginkannya. Perilaku konsumen suatu produk dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keyakinan konsumen terhadap produk yang bersangkutan, keyakinan terhadap referen serta pengalaman masa lalu konsumen.
Berkaitan dengan keinginan konsumen untuk membeli dikenal istilah minat beli. Minat beli merupakan bagian dari proses menuju ke arah tindakan pembelian yang dilakukan oleh seorang konsumen.
Hal ini merupakan bagian dari kajian perilaku konsumen. Perilaku konsumen dalam pandangan Winardi (1991: 141) dapat dirumuskan sebagai perilaku yang ditunjukkan oleh orang-orang dalam hal merencanakan, membeli dan menggunakan barang-barang ekonomi dan jasa-jasa. Dengan demikian perilaku konsumen terdiri dari aktivitas-aktivitas yang melibatkan orang-orang sewaktu sedang menyeleksi, membeli dan menggunakan produk-produk dan jasa-jasa, sedemikian rupa sehingga hal tersebut memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan mereka.

Minat beli dapat ditingkatkan dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain faktor psikis yang merupakan faktor pendorong yang berasal dari dalam diri konsumen yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan dan sikap, selain itu faktor sosial yang merupakan proses dimana perilaku seseorang dipengaruhi oleh keluarga, status sosial, dan kelompok acuan, kemudian pemberdayaan bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, promosi dan juga distribusi.

Perilaku konsumen pasca pembelian sangat penting bagi perusahaan. Perilaku konsumen dapat mempengaruhi ucapan-ucapan mereka kepada pihak lain tentang produk perusahaan. Bagi semua perusahaan, baik yang menjual produk maupun jasa, perilaku konsumen pasca pembelian, akan menentukan minat konsumen untuk membeli lagi produk/jasa perusahaan tersebut. Ada kemungkinan konsumen tidak akan membeli produk/jasa perusahaan lagi setelah merasakan ketidaksesuaian kualitas produk/jasa yang didapatkan dengan keinginan atau apa yang digambarkan sebelumnya.

PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk. Merupakan salah satu perusahaan yang saat ini terus berupaya mempertahankan konsumen yang sudah ada dan berusaha memperoleh konsumen yang baru. Hal ini dikarenakan perusahaan merupakan salah satu perusahaan yang sudah cukup lama bergerak dalam bidang usaha yang ditekuninya, yaitu makanan dan minuman, sementara banyak pula perusahaan lain yang bergerak di bidang yang sama. PT Ultrajaya telah berdiri sejak tahun 1971, sehingga di bidang produksi makanan dan minuman dapat dikatakan bahwa PT Ultrajaya merupakan salah satu perusahaan pelopor.

Di bidang makanan PT Ultrajaya memproduksi rupa-rupa mentega (butter), susu bubuk (powder milk), dan susu kental manis (sweetened condensed milk). Di bidang minuman PT Ultrajaya memproduksi minuman aseptik yang diproses dengan teknologi UHT (Ultra High Temperature) dan dikemas dalam kemasan karton seperti minuman susu, sari buah, teh, minuman tradisional, dan minuman untuk kesehatan. Perusahaan juga memproduksi teh celup (tea bags) dan konsentrat buah-buahan tropis (tropical fruit juice concentrate).
Pada tahun 2003 perusahaan membukukan total penjualan bersih sebesar Rp 490,6 milyar yang berasal dari penjualan produk minuman sebesar Rp 354,1 milyar atau 72,2%, dan berasal dari penjualan produk makanan (mentega, susu bubuk, susu kental manis, dan lain-lain) sebesar Rp 136,5 milyar atau 27,8%. Dibandingkan dengan total penjualan bersih pada tahun 2002 sebesar Rp 408,8 milyar maka total penjualan bersih pada tahun 2003 sebesar Rp 490,6 milyar ini menunjukkan kenaikan sebesar 20,0% atau Rp 81,8 milyar. Kenaikan ini berasal dari penjualan produk minuman UHT (Ultra High Temperature) yang meningkat 11,4%, produk susu kental manis sebesar 14,3%, produk susu bubuk (tol packing) sebesar 68,7%, dan produk lainnya seperti tea bag, cone, dan lain-lain sebesar 180%, sedangkan produk mentega (butter) mengalami penurunan sebesar 12,8%.

Jika dilihat dari data penjualan bersih PT Ultrajaya yang diuraikan di atas, dapat diketahui bahwa ada perkembangan yang cukup menggembirakan di bidang penjualan. Akan tetapi pihak manajemen PT Ultrajaya menyadari bahwa prestasi yang dicapai ini dapat menurun apabila PT Ultrajaya tidak dapat meningkatkan kepuasan konsumen terhadap produk-produknya. 

Di lain pihak adanya perusahaan pesaing yang berusaha merebut pangsa pasar yang telah ada, merupakan suatu ancaman yang tidak dapat diabaikan.
Jika dikaitkan dengan teori perilaku konsumen, maka salah satu cara yang dapat ditempuh PT Ultrajaya untuk mempertahankan dan meningkatkan jumlah konsumennya, adalah dengan mempelajari alasan pembelian yang mereka lakukan terhadap produk PT Ultrajaya. Setelah mempelajari alasan pembelian tersebut, perusahaan dapat memanfaatkannya untuk menentukan strategi penjualan perusahaan.
Minat konsumen untuk membeli kembali produk PT Ultrajaya dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif konsumen. Contoh sikap konsumen adalah adanya keyakinan terhadap kualitas produk PT Ultrajaya, sedangkan contoh norma subyektif adalah keyakinan konsumen untuk mengikuti referensi dari orang tua, adik/kakak, sahabat/rekan kerja, atau tetangganya. Perilaku lampau juga tidak kalah penting dalam mempengaruhi minat beli. Konsumen yang pernah mengkonsumsi produk PT Ultrajaya akan menjadikannya sebagai pengalaman dan akan menggunakan pengalamannya tersebut sebagai penentu keputusan pembelian ulang. Dalam hal ini jika konsumen mempunyai pengalaman yang baik berkaitan dengan produk PT Ultrajaya maka ia akan melakukan pembelian ulang terhadap produk perusahaan, akan tetapi jika konsumen mempunyai pengalaman yang buruk, maka ia tidak akan membeli kembali produk perusahaan.

Sebagai contoh jika konsumen pernah mengalami keracunan ketika mengkonsumsi produk PT Ultrajaya, maka besar kemungkinan ia tidak akan membeli kembali produk dari PT Ultrajaya dimasa yang akan datang.
Berkaitan dengan uraian di atas, penulis bermaksud mengetahui pengaruh sikap, norma subyektif dan perilaku lampau terhadap minat membeli kembali pada konsumen PT Ultrajaya yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku membeli konsumen. Hasil penelitian akan dituliskan dalam tesis berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Beli dan Perilaku Konsumen (Studi Kasus pada PT Ultrajaya).

BAB II
ISI
1.2. Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana pengaruh sikap, norma subyektif dan perilaku lampau terhadap minat konsumen untuk membeli kembali produk PT Ultrajaya dan pengaruh minat untuk membeli kembali terhadap perilaku membeli konsumen?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh sikap, norma subyektif dan perilaku lampau terhadap minat konsumen untuk membeli kembali produk PT Ultrajaya.
2. Untuk mengetahui pengaruh minat untuk membeli kembali terhadap perilaku membeli konsumen.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi PT Ultrajaya, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang seberapa kuat sikap, norma subyektif dan perilaku lampau mempengaruhi minat konsumen untuk membeli kembali produk PT Ultrajaya dan seberapa kuat pengaruh minat konsumen untuk membeli kembali terhadap keputusan membeli konsumen. Informasi tersebut dapat dipergunakan untuk menentukan strategi yang harus ditempuh perusahaan untuk meningkatkan penjualannya.
2. Bagi Universitas Gadjah Mada, hasil penelitian ini dapat menambah referensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai perilaku konsumen.
3. Bagi Peneliti, penelitian ini dapat digunakan untuk menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah di lapangan dan untuk mempertajam pengetahuan mengenai perilaku konsumen.
4. Bagi Peneliti Lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian mengenai aspek-aspek sejenis.

BAB III
1.5 Kesimpulan
Penelitian ini bias menjadi masukan bagi PT. Ultrajaya karena informasi yang didapat dapat digunakan untuk menentukan strategi yang harus ditempuh perusahaan untuk meningkatkan penjualannya.

Sumber: http://www.skripsi-tesis.com/06/15/analisis-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-minat-dan-perilaku-membeli-konsumen-
studi-kasus-pada-pt-ultrajaya-pdf-doc.htm

Nama : Chyntia Febriani
NPM : 11209114
Kelas : 3EA11